Setelah Penandatangan Kontrak Kerjasama antara Yayasan Tifa yang diwakili oleh Direktur Eksekutif Tri Nugroho dengan Yayasan BOAN Sumbawa yang diwakili oleh Direktur Mohammad Ungang pada tanggal 22 Juni 2012, No. 6242/Grants-Tifa/VI/2012 dengan Nilai Kontrak Rp 377.737.000,- maka Yayasan BOAN bersama personilnya segera menggelar Rapat Kerja Persiapan yaitu Penyusunan Rencana Kerja Detail. Program tersebut bertajuk "Mendorong Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa dalam upaya mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Bagi Warga Secara Terpadu dan Komprehensif" yang masa pelaksanaannya selama 1 tahun.
Latar Belakang Program
Latar Belakang Program
Jaminan sosial adalah pilar utama proteksi sosial bagi seluruh warga Negara terhadap peristiwa-peristiwa sosial-
ekonomi yang pada
akhirnya dapat menimbulkan resiko berupa hilangnya sebagian atau keseluruhan
penghasilan. Dalam artian yang lebih spesifik, peristiwa-peristiwa yang akan dihadapi
masyarakat mencakup sakit/persalinan, kecelakaan-kerja, kematian
prematur, pemutusan
hubungan kerja (PHK) dan hari tua atau pensiun. Kelima peristiwa tersebut merupakan risiko murni yang akan dialami cepat atau lambat oleh setiap tenaga kerja sedangkan
jaminan
sosial bagi masyarakat luas dalam artian
di luar tenaga kerja meliputi sakit/persalinan, kematian prematur dan hari tua. Bagi setiap tenaga kerja yang mengalami peristiwa tersebut dapat kehilangan penghasilan
untuk sementara bahkan kehilangan pekerjaan.
Untuk itu diperlukan keikut-sertaan seluruh tenaga kerja ke dalam program jaminan sosial yang bersifat wajib. Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) yang berdasarkan UU No 3 Tahun 1992 telah berjalan dengan baik sejak tahun 1993 meskipun jangkauan kepesertaan belum maksimal,
karena
program
tersebut
belum
menjangkau kepesertaan
universal. Jaminan sosial sangat tergantung dari kondisi perekonomian negara terutama kemampuan
negara
dalam memperluas
kesempatan kerja
atau menciptakan lapangan pekerjaan. Masalah penyelenggaraan Jamsostek tidak hanya terkait dengan terbatasnya jangkauan kepesertaan
akan
tetapi terkait
dengan masalah status bentuk badan
hukum
badan
penyelenggara yang masih dalam bentuk BUMN Persero. Untuk keperluan tata kelola
penyelenggaraan jaminan sosial
yang efektif
bagi
seluruh warga
Negara diperlukan reformasi jaminan sosial melalui UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN)
Jaminan Sosial merupakan persoalan yang saat ini
menjadi sesuatu hal yang mendesak untuk segera diatasi di Kabupaten Sumbawa.
Ini dapat di lihat dari besarnya jumlah penduduk 415.363 jiwa (Bappeda Kabupaten Sumbawa, 2010). yang memiliki jaminal social sebesar
13.489 yang terdiri dari sector formal (PNS, TNI/Polri dan Karyawan Perusahaan)
sementara di sector informal belum mendapat kejelasan terhadap jaminan yang
diikutinya, terkecuali masyarakat miskinyang mendapat jaminan kesehatan melalui
program Jamkesmas yang di Kabupaten Sumbawa yang mencapai 142,899 jiwa . Penduduk seharusnya dijamin hak dasar berupa jaminan sosial. Hak dasar tentunya harus disediakan dan dijamin oleh
negara. Otonomi Daerah telah mendekatkan warga dengan pemerintah lokalnya,
sinergis dengan hal tersebut kebijakan di tingkat lokal yang akan memberikan
jaminan Sosial tentunya akan mampu mempercepat peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Ketika jaminan di
tingkat daerah ada, maka warga akan mendapatkan jaminan hukum secara penuh atas
hak pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah.
Secara nasional
telah ada Strategi Nasional Sistem
Jaminan Social Nasional (SJSN) yang selanjutnya dilaksanakan oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang kemudian di tingkat lokal harus
diterjemahkan dalam Strategi Daerah untuk
mengembangkankan Sistem Jaminan Social Daerah (SJSD) dan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Daerah (BPJSD). Adanya jaminan hukum ditingkat nasional dalam upaya member perlindungan dan jaminan sosial ternyata belum serta merta dapat
diimplementasikan di tingkat daerah. Beberapa persoalan yang terjadi di tingkat
pemerintah daerah adalah: pertama, lemahnya komitmen politik dari
otoritas politik daerah; kedua, minimnya kapasitas dari pejabat /
aparat pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan kebijakan anti kemiskinan; ketiga,
tidak efektifnya kebijakan; keempat, paradigma pemerintah dalam
memandang hak warga, termasuk memandang jaminan atas kepastian hukum.
Kabupaten
Sumbawa yang tingkat kemiskinannya mencapai 34,40 % dari jumlah penduduknya, dalam diskusi informal dan formal dengan DPRD Sumbawa terungkap bahwa
mereka mengalami kebingungan terkait dengan contents perda. Akibat dari
rendahnya kapasitas DPRD, menjadikan pembahasan raperda tersebut terancam
tersendat. Kondisi ini tentunya sangat menghambat upaya untuk mempercepat
upaya-upaya membuat regulasi tentang Jaminan Sosial
sebagaimana menjadi tuntutan rakyat
akan jaminan social yang semestinya diperolehnya.
Di tingkat
warga masalah yang sering ditemui adalah: pertama, lemahnya
kesadaran warga atas hak-haknya; kedua, kurangnya pemahaman warga
mengenai kaitan jaminan Sosial dengan permasalahan yang dihadapinya
sehari-hari. Banyak peraturan daerah yang tidak diketahui meskipun peraturan
tersebut sangat mempengaruhi kehidupan warga, banyaknya jumlah kematian ibu dan
anak, tingginya pengangguran, tingginya angka putus sekolah, berkembangnya
penyakit akibat sarana dan prasarana kesehatan yang kurang memadai serta ketiadaan
informasi yang memadai mengenai prosedur pada pelayanan publik yang
mengakibatkan tingginya biaya yang harus dikeluarkan, pada akhirnya ketika
biaya yang ditanggung warga lebih tinggi maka tingkat kesejahteraan juga
menurun.
Berdasarkan hal tersebut di atas, menjadi sangat
mendesak dilakukannya proses intervensi untuk mendorong terwujudnya kebijakan
daerah yang memberikan jaminan Sosial. Bentuk intervensi itu melalui program
advokasi kebijakan dengan pendekatan strategi kemitraan (technical assistance)
dengan DPRD dan Pemda Sumbawa. Sinergis dengan hal tersebut juga perlu
dilakukan peningkatan kapasitas di tingkat warga agar lebih mengetahui dan
menyadari akan hak-hak dasarnya dan juga terkait dengan partisipasi mereka
dalam mendorong terwujudnya kebijakan daerah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar