PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PETERNAKAN UNTUK KELOMPOK PETERNAK DI KABUPATEN SUMBAWA DALAM MENDUKUNG PROGRAM BUMI SEJUTA SAPI DI PROVINSI NTB
Oleh
YAYASAN BOAN
Kemiskinan merupakan persoalan
yang kompleks dan kronis, pendidikan dan
mutu kesehatan yang rendah dipandang sebagai penyebab kemiskinan, selain itu
juga dari dimensi ekonomi, yaitu kepemilikan alat-alat produktif yang terbatas,
penguasaan teknologi dan kurangnya keterampilan sebagai alasan mendasar mengapa
terjadi kemiskinan. Upaya mengangkat masalah kemiskinan menjadi prioritas
pembangunan, maka perlu mencari faktor kunci penyebab terjadinya kemiskinan
tersebut. Salah satu model yang telah dikembangkan adalah pemberdayaan petani
miskin. Fenomena kemiskinan bagi masyarakat di daerah
pedesaan, umumnya bersumber dari sektor pertanian. Kurangnya dukungan
pengetahuan tentang pemahaman masyarakat petani terutama di lahan marginal
sebagai kantong kemiskinan selama ini, menyebabkan usaha pemerintah tampaknya
masih belum terlaksana dengan sempurna, baik mengenai kesuburan lahan,
infrastruktur maupun kelembagaan agribisnisnya.
Hubungan harmonis antar pemerintah dan masyarakat dapat berperan baik sebagai pemrakarsa maupun sebagai partisipan. Terkait dengan pelaksanaan program kebijakan peternakan sebagai salah satu program pembangunan pertanian, maka partisipasi masyarakat petani sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat miskin di pedesaan sangat diharapkan demi terlaksana dan tercapainya tujuan dari program tersebut. Fokus utama program infrastruktur peternakan dibawah program dukungan BSS NTB adalah pemberdayaan peternak untuk memanfaatkan lahan yang ada dalam meningkatkan produksi Hijauan Makanan Ternak (HMT). Aspek tujuan infrastruktur Peternakan lainnya adalah menyediakan penyediaan air bersih untuk ternak dan mengairi padang penggembalaan pakan sehingga rumput tetap tersedia sepanjang musim. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pentingnya peran partisipasi masyarakat peternak dalam pelaksanaan program dukungan BSS NTB yang dapat dijadikan sebagai salah satu strategi pemberdayaan mereka terhadap cengkeraman kemiskinan. Partisipasi mereka dalam program tersebut sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan produksi ternak mereka, dalam rangka meningkatkan pendapatan rumah tangga petani di pedesaan.
Hubungan harmonis antar pemerintah dan masyarakat dapat berperan baik sebagai pemrakarsa maupun sebagai partisipan. Terkait dengan pelaksanaan program kebijakan peternakan sebagai salah satu program pembangunan pertanian, maka partisipasi masyarakat petani sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat miskin di pedesaan sangat diharapkan demi terlaksana dan tercapainya tujuan dari program tersebut. Fokus utama program infrastruktur peternakan dibawah program dukungan BSS NTB adalah pemberdayaan peternak untuk memanfaatkan lahan yang ada dalam meningkatkan produksi Hijauan Makanan Ternak (HMT). Aspek tujuan infrastruktur Peternakan lainnya adalah menyediakan penyediaan air bersih untuk ternak dan mengairi padang penggembalaan pakan sehingga rumput tetap tersedia sepanjang musim. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pentingnya peran partisipasi masyarakat peternak dalam pelaksanaan program dukungan BSS NTB yang dapat dijadikan sebagai salah satu strategi pemberdayaan mereka terhadap cengkeraman kemiskinan. Partisipasi mereka dalam program tersebut sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan produksi ternak mereka, dalam rangka meningkatkan pendapatan rumah tangga petani di pedesaan.
Dalam kerangka itulah, Program dukungan Bumi
Sejuta Sapi NTB melalui Proyek infrastruktur peternakan yang didanai oleh Grassroots grant aid, merupakan salah
satu program pembangunan yang didesain untuk membantu peternak dalam membangun
system agribisnis di lahan marjinal. Upaya peningkatan pendapatan peternak
tersebut dilakukan dengan memberdayakan petani melalui mobilisasi kelompok dan
perencanaan, pengembangan kelembagaan, dan dapat berpartisipasi dalam menentukan
sarana dan prasarana kelompok yang dibutuhkan disertai dukungan teknologi
peternakan yang sesuai dengan kebutuhan terutama pada lahan-lahan marjinal
serta memberikan akses yang luas kepada peternak terutama dalam bidang informasi.
Kabupaten Sumbawa merupakan salah satu kabupaten yang ada di NTB yang menjadi
prioritas untuk pelaksanaan program ini untuk Peningkatan Pendapatan Peternak
Miskin. Terpilihnya Kabupaten Sumbawa sebagai lokasi sasaran, dikarenakan
kabupaten ini merupakan salah satu wilayah yang memiliki agroekosistem lahan
kering dataran tinggi dan mempunyai karakteristik lahan marginal yang cukup
luas, serta mengingat mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian dengan
tingkat pendapatan masih tergolong di bawah garis kemiskinan. Untuk mencapai
kemandirian masyarakat diperlukan suatu proses dengan bertitik tolak agar dapat
meningkatkan taraf hidupnya, dengan menggunakan dan mengakses sumberdaya
setempat sebaik mungkin, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia.
Pentingnya budaya lokal sebagai suatu aset dalam pembangunan merupakan factor
pendorong yang memposisikan masyarakat sebagai individu dalam interaksi sosial.
Untuk menjaga dinamika sistem sosial, perlu didukung dengan meningkatkan
kemampuan masyarakat dan manusia sebagai individu dengan mengikutsertakan semua
potensi yang ada pada masyarakat. Dengan melibatkan masyarakat untuk berperan
serta dalam pembangunan, akan menumbuhkan perasaan memiliki dan pada gilirannya
masyarakat akan memperoleh manfaat atas perubahan yang terjadi di sekitar
mereka. Berdasarkan gambaran tersebut di atas, maka perlu dilakukan
pemberdayaan kelompok ternak sebagai salah satu komponen Proyek infrastruktur
peternakan di Kabupaten Sumbawa.
2.
Rumusan Masalah (Focused Issue)
Berdasarkan latar belakang
diatas kegiatan pengembangan infrastruktur peternakan untuk kelompok peternak
mengambil tema tentang Pengetasan
Kemiskinan (Poverty Relief)
yang akan
dilakukan di Kabupaten Sumbawa, hal ini didasarkan Kabupaten Sumbawa
adalah
salah satu kabupaten di Nusa Tenggara Barat yang memiliki jumlah
penduduk
sebanyak 420.750 jiwa dengan Jumlah penduduk miskin terbesar dipulau
Sumbawa
yaitu sebesar 104.980 jiwa atau sekitar 24,95%. Menurut pengertian BPS
(2009) Penduduk miskin adalah penduduk yan memiliki rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan, garis
kemiskinan di Kabupaten Sumbawa sebesar Rp. 203.436 per kapita per
bulan,
artinya sebanyak 104.980 orang di pulau Sumbawa berpenghasilan dibawah
Rp. 203.436 per kapita per bulan dan sebagian besar penduduk miskin
tersebut bekerja sebagai petani (49,50%) termasuk didalamnya bekerja
sebagai
peternak (BPS NTB, 2009).
Masyarakat petani miskin
umumnya berpendapatan rendah, tingkat pendidikan rendah, adopsi teknologi juga
rendah, dan ketersediaan modal kecil. Infra struktur di daerah tempat tinggal
umumnya tidak terlalu bagus dan
terpencar di daerah terpencil sehingga integrasi sosial dan penyuluhan
menjadi lebih sulit. Oleh karena kondisi lingkungan seperti tersebut, maka isu
pokok yang harus dikembangkan adalah peningkatan pendapatan dan taraf hidup
petani ternak.
3.
Tujuan
Tujuan kegiatan ini adalah:
a. Memberikan pendampingan dan
penguatan terhadap kelompok ternak menuju perubahan sosial dan ekonomi yang lebih baik.
b. Mendorong penuh partisipasi
kelompok ternak dalam pengelolaan padang penggembalaan yang berkelanjutan untuk
menghasilkan hijauan pakan ternak yang
unggul dan peningkatan daya tampung padangan .
c. Meningkatkan ketersediaan
air bagi peternak dan padang
penggembalaan.
d. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat khususnya peternak miskin serta diharapkan terciptanya
kreatifitas, prakarsa dan inovasi pada
masyarakat peternak untuk mandiri.
4.
Kerangka Konseptual
Partisipatory on farm dan lintas sektoral merupakan pendekatan
pemberdayaan petani di lahan marginal sebagai sumberdaya yang potensial dan
strategis yang dapat dilaksanakan dalam pembangunan pertanian. Pendekatan
tersebut dilakukan dengan berfokus pada daya dukung sumberdaya lokal,
mempehatikan ekologi kultural setempat melalui pendekatan holistic,
integratif, berkesinambungan, pemanfaatan kearifan lokal yang maksimal
dan
mampu diadopsi oleh petani. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa
hampir
sebagian besar petani yang berada di pedesaan dengan fasilitas
infrastruktur
yang kurang memadai, yang mengakibatkan keterbatasan mereka terhadap
akses
pasar input dan output (produk) serta kredit. Untuk memberdayakannya,
inovasi
teknologi usaha tani saja tidaklah cukup. Penyediaan infrastruktur yang
memadai
merupakan salah satu upaya yang dapat dikembangkan terhadap para petani
untuk mandiri dan mendorong mereka untuk berpartisipasi secara aktif
dalam
segala kegiatan.
Makna partisipatif yang paling sederhana adalah merupakan hak setiap
orang untuk dapat ikut serta terlibat atau dilibatkan dalam segala proses
pembangunan, melibatkan seluas-luasnya stake holder yang ada dalam
setiap kebijakan publik, tidak sebatas lembaga formal semata. Partisipasi
masyarakat dalam proses pembangunan dimulai dari perencanaan, pelaksanaan,
sampai dengan monitoring dan evaluasi mencerminkan upaya mewujudkan kemandirian
daerah yang transparan dan akuntabel antara komponen pemerintah, masyarakat,
dan swasta, yang dilandasi aturan kebijakan untuk berpartisipasi sesuai
proporsi dan kompetensi yang dimiliki secara terukur dan berkelanjutan. Kondisi
ini dapat berlangsung dengan mengedepankan prinsip-prinsip dasar pemerintahan
yang baik (good governance), yaitu: 1) partisipatif; 2) tranparansi; 3)
akuntabilitas. Partisipatif dalam proses pembangunan diantaranya melalui
berbagai program kebijakan pembangunan pertanian dimaksudkan agar dapat
menjembatani antara aspirasi dan kebutuhan masyarakat petani di pedesaan.
Selain itu, makna partisipatif juga diharapkan dapat menggugah kesadaran publik
bahwa terjadinya keberhasilan maupun kegagalan proses pembangunan pertanian di
pedesaan bukan tanggung jawab pemerintah semata, melainkan sangat bergantung pada
keberhasilan keterlibatan masyarakat petani dalam penyelenggaraan pembangunan
tersebut, dari awal hingga akhir, yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat petani. Di beberapa wilayah sifat dan naluri
partisipasi masyarakat dalam membentuk lembaga seperti kelompok tani sebagai
lembaga tradisional yang masih hidup dan bertahan. Keadaan ini dapat menjadi
salah satu potensi yang bisa dikembangkan menjadi lembaga sebagai wadah untuk
menampung dan mengembangkan diri petani di pedesaan. Dari uraian tersebut di
atas, dapat disusun suatu kerangka berpikir seperti yang dikemukakan pada Gambar dibawa
1.
Metodologi
Proyek pengembangan infrastruktur
peternakan akan dilaksanakan melalui
kerjasama kelompok petani peternak yang terlibat secara
aktif dalam keseluruhan rangkaian kegiatan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) local, LSM lokal akan menfasilitasi menggerakkan partisipasi
kelompok petani ternak baik dalam proses
perencanaan, pelaksanaan program, memutuskan dan mengevaluasi serta ikut ambil bagian
dalam mengembangkan kegiatan kelompok secara komprehensif, selain itu juga Tim Infrastruktur
Peternakan di bawah dukungan program NTB BSS akan dilibatkan dalam seluruh
pelaksanaan projek. Dana project
akan disalurkan melalui rekening LSM, pengeluaran dana berdasarkan persetujuan pihak
LSM, Kelompok Petani Ternak dan Pemerintah Daerah Sumbawa, pelaporan kegiatan project akan dilakukan bersama – sama antara NGO
dan pemerintah.
a.
Tahap
Persiapan,
Menentukan tema/permasalahan pada kelompok ternak
yang akan diangkat, Menentukan lokasi
pelaksanaan Project, menentukan jenis kegiatan/program yang akan di fasilitasi.
b.
Identifikasi
Data/Survey Lokasi,
Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dengan
cara survey pendahuluan dan pengambilan data dengan wawancara menggunakan
kuesioner serta foto dokumen lainnya untuk menentukan kelompok penerima
Grasroots Grant Aid Project. Tim infrastruktur
akan bekerjasama dengan Dinas
Peternakan Kabupaten Sumbawa untuk mengusulkan beberapa kelompok ternak untuk
dijadikan lokasi proyek, kemudian tim akan melakukan survey untuk
mengidentifikasi dan mengamati beberapa
jenis usaha budidaya peternakan ternak sapi potong berdasarkan kegiatan-kegiatan
kelompok di Pulau Sumbawa dari sudut pandang keuangan, pengelolaan dan aspek
tehnis serta permasalahan lainnya yang dihadapi oleh kelompok tani ternak,
diantaranya sebagai berikut:
(a)
Profil Kelompok Peternak
·
Luasan lahan penggembalaan.
·
Peta atau Lokasi Persebaran Sapi yang diusahakan
oleh masyarakat
·
Jumlah kelompok peternak sapi dan kelompok
masyarakat yang berpotensi melakukan pengembangan sapi
(b)
Produksi ternak sapi
·
Jenis
pemeliharaan sapi
·
Skala usaha
budidaya ternak sapi
·
Manajemen
pemberian pakan ternak sapi
·
Reproduksi ternak
sapi
·
Kesehatan Hewan
·
Perlakuan dan penggunaan pupuk kandang
(c)
Kegiatan-kegiatan kelompok
·
Tugas koperasi
·
Peraturan
kelompok
·
Bantuan yang
saling menguntungkan
·
Rencana Kedepan
(d)
Aspek ekonomi
·
Pnejualan ternak
sapi
·
Pemasaran ternak
sapi
·
Biaya
pemeliahraan
·
Pendapatan dari peternakan dan pendapatan lainnya
·
Mata Pencaharian
c.
Analisis,
Mendisuksikan permasalahan tersebut untuk
menemukan isu central yang muncul pada kelompok ternak serta memutuskan kelompok ternak yang akan
dilibatkan dalam Project.
d. Tim Infrastruktur Peternakan dibawah
Program Dukungan BSS NTB, akan dilibatkan secara keseluruhan untuk memberikan
saran dan pengawasan pelaksanaan project grassroots.
e. Sebagai
tindak lanjut dari Project infrastruktur peternakan ini adalah Follow up berupa
penguatan modal untuk pembelian sapi dari dana Bantuan Sosial Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat
(APBN/APBD Provinsi).
2.
Lokasi Program (Project Site)
Kabupaten Sumbawa, pemilihan lokasi
didasarkan pada pertimbangan prioritas pembangunan pedesaan yang sebagian besar penduduknya berada
dibawah garis kemiskinan dibandingkan dengan kabupaten lain di Pulau Sumbawa
dan mayoritas sebagai petani peternak, selain itu juga terdapat banyak lahan
termasuk padang penggembalaan/lahan kering yang belum dikelola secara maksimal
oleh peternak karena faktor modal dan sumber daya yang terbatas.
3.
Target Kelompok Ternak (Estimated
Target Group )
Dari 10 (sepuluh) kelompok ternak yang
diusulkan oleh tim Infrastruktur peternakan diputuskan Penerima perbaikan
sarana infrastruktur peternakan di Kabupaten Sumbawa berdasarkan hasil survey
sebanyak 5 kelompok yaitu:
a. Kelompok Mitra Abadi (Desa Leseng,
Kecamatan Moyo Hulu)
b. Kelompok Bina Bersama (Karang Jati,
Desa Serading, Kecamatan Moyo Hilir)
c. Kelompok Tiu Asam (Desa Rhee Bru,
Kecamatan Rhee)
d. Kelompok Ai Dade (Dusun Ai Jati,
Mapin Kebak, Kecamatan Alas Barat)
e. Kelompok Ai Treng (Desa Berare,
Kecamatan Moyo Hilir)
Data mengenai kelompok ternak tersebut
terlampir.
4.
Kondisi Saat Ini (Current
Situation)
Berdasarkan hasil survey kondisi
saat ini pada kelompok peternakan yang menjadi target project pengembangan
infrastruktur peternakan adalah sebagai berikut:
a. Kabupaten Sumbawa sebagian besar
penduduknya sebagai petani peternak yang
masih miskin yaitu sebesar 104.980 jiwa atau sekitar 24,95% dengan pendapatan
dibawah Rp. 203.436 per
kapita per bulan
b. Sumbawa melalui pendekatan padang
penggembalaan, terbentur pada ketersediaan pakan dan sarana air
minum ternak.
c. Pemanfaatan
lahan untuk pengembangan HMT sebanyak 5%
d. Sarana Air minum untuk ternak belum
memadai karena keterbatasan sumber air sebesar 5%
e. Sumber air untuk air minum ternak dan
mengairi padang rumput sert HMT sebesar 5%
f. Kandang komunal untuk ternak belum
tersedia
g. Balai pertemuan sebagai tempat pertemuan
kelompok 2%
h. Pemagaran
ternak 10%.
5. Kegiatan
Utama (Main Activities)
Kegiatan yang akan dilakukan untuk pengembangan infrastruktur peternakan
di kelompok peternakan Sumbawa adalah sebagai berikut:
a.
Pembangunan sarana penyediaan air bersih bagi
ternak
b.
Pengembangan padang penggembalaan (pemagaran,
penanaman rumput, pengolahan lahan, pemupukan, paddock).
c.
Pembangunan Gudang penyimpanan pakan,
d.
Tempat pertemuan kelompok,
e.
Pembuatan paddock/pagar,
f.
Pembangunan kandang komunal ternak
6. Keluaran
(Output)
Output yang diharapkan
setelah project pengembangan infrastruktur ini selesai adalah sebagai
berikut:
a.
Tersedianya
Air bersih untuk ternak sepanjang tahun
b.
Tersedia
padang penggembalaan untuk memproduksi bibit rumput yang unggul dan
ketercukupan ketersedian pakan ternak setiap saat
c.
Tersedianya
kandang komunal/kumpul dalam kegiatan penanganan ternak
d.
Meningkatkan
kemampuan kelembagaan peternak dalam mengakses berbagai potensi sumberdaya
peternakan
7. Hasil
Yang Diharapkan (Expected Outcome)
a. Meningkatnya jumlah ternak sebesar 20%
b. Pendapatan peternak meningkat sebesar 10
%
c. Rata – rata pendapatan peternak
meningkat diatas garis kemiskinan
d. Meningkatkan kesempatan kerja peternak
8.
Sumber Dana
a. Sumber
dana kegiatan pengembangan infrastruktur peternakan ini berasal dari Grassroots Grant Aid Kedutaan Besar Jepang di Jakarta Rp. 859,500,000,-.
b. Follow up
berupa penguatan modal untuk pembelian sapi dari dana Bantuan Sosial Pemerintah
Provinsi Nusa Tenggara Barat (APBN) sebesar Rp.
750.000.000 (150.000.000 per kelompok).
c. Dana Alokasi Khusus APBD Kabupaten
Sumbawa sebesar Rp. 75.000.000