No | Nama Desa | Luar Wilayah (Km2) | Jumlah Rumah Tangga | Jumlah Penduduk | Jumlah Penduduk Miskin | Keterangan |
1 | Sempe | 63,02 | 264 | 1.049 | ||
2 | Semamung | 22,48 | 400 | 1.611 | ||
3 | Sebasang | 19,90 | 582 | 2.099 | ||
4 | Batu Tering | 30,10 | 428 | 1.615 | ||
5 | Batu Bulan | 7,66 | 319 | 1.294 | ||
6 | Mokong | 52,72 | 624 | 2.202 | ||
7 | Pernek | 28,70 | 420 | 1.549 | ||
8 | Leseng | 12,82 | 679 | 2.686 | ||
9 | Lito | 24,18 | 536 | 1.945 | ||
10 | Marga Karya | 18,47 | 393 | 1.508 | ||
11 | Berang Rea | 22,44 | 319 | 1.274 | ||
12 | Maman | 9,47 | 421 | 1.579 | ||
Jumlah | 311,96 | 5.490 | 19.871 |
PARIWISATA
( OBYEK WISATA )
1.
Dusun Talowa.
Dusun Talwa memang tempat bermukim para
pande besi di tanah Samawa. Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Jalaluddin
III ( 1883 – 1931 ), dusun Talowa telah dijadikan sebagai
pusat pembuatan alat-alat perang dengan mendatangkan ahli-ahli pande besi tanah
Samawa ke dusun tersebut. Sejak saat itulah dusun ini menjadi pusat pande besi
utama di tanah Samawa yang merupakan “ pusaka “ nenek moyangnya. Berang Belo (
parang panjang ) khas Sumbawa, pisau ( ladeng ), cangkul, linggis, tembilang,
dangko ( arit ), mata bajak ( sarela ) dan berbagai jenis peralatan dan besi
dapat diperoleh dengan mudah di Dusun Talowa Desa Leseng Kecamatan Moyohulu,
jaraknya 14 km dari kota Sumbawa Besar.
2.
Liang Petang
Gua alam yang dalam bahasa
Sumbawa disebut Liang Petang. Di dalamnya terdapat batu mirip manusia,
balai-balai ( pantar ) dan alat tenun. Gua ini juga dipenuhi Stalagnit dan Stalaktit.
Sangat menarik dikunjungi, baik sebagai obyek penelitian maupun sejarah
purbakala. Liang Petang terletak di Desa Batu Tering Kecamatan Moyohulu yang
jaraknya sekitar 29 km dari kota Sumbawa Besar, tidak jauh dari Liang Petang
terdapat sebuah Gua Kelelawar yang dalam bahasa Samawa disebut Liang Bukal.
3.
Ai Beling
Ai Beling artinya air bersuara, bunyi jejatuhan
air yang menghempas-hempas batu gunung terdengar dari jarak 5 km, suara itu
bukan suara nyayian ajaib dari penghini hutan (baeng olat ) di Desa Sempe
Kecamatan Moyohulu, tetapi memang benar-benar air yang jatuh dari ketinggian
merembesi batu-batu gunung, sehingga suara air yang dinamai oleh masyarakat
setempat sebagai Ai Beling terdengar nyaring dari jarak yang relatif jauh.
Di sekitar 7 km dari Ai Beling, di sana ada dusun
bernama Kuang Amuk. Kehidupan komunitas masyarakat Kuang Amuk juga menawarkan
suasana khas sebuah kehidupan masyarakat yang tradisional dengan rumah-rumah
panggungnya. Konon ceritanya keberadaan masyarakat Kuang Amuk di Sumbawa mempunyai
latar belakang kesejarahan, pada masa zaman dahulu, perdana menteri Kerajaan
Sumbawa yang bernama Mala Rangang membeli satu perahu orang-orang lautan ( Tau
Lit ) yang biasanya mengarungi samudera untuk membantu kerajaan Sumbawa dengan
harga 42 Ringgit perkepala. Orang-orang perahu yang dibeli oleh perdana menteri
Mala Rangang itu ditempatkan di Dusun Kuang Amuk. Keras dugaan, bahwa
masyarakat Kuang Amuk sekarang adalah keturunan orang-orang perahu yang dibeli
oleh perdana menteri Kerajaan Sumbawa Mala Rangang dahulu.
Karena dibeli oleh perdana menteri kerajaan,
ketika itu masyarakat Kuang Amuk dikenal sangat setia dengan kerajaan Sumbawa,
bahkan hingga sekarangpun kesetiaan masyarakat Kuang Amuk terhadap Sumbawa
sangat tinggi, bentuk kesetiaannya bisa dilihat terhadap tanggungjawabnya untuk
melestarikan hutan dan alam di sekelilingnya. Masih lestarinya
binatang-binatang langka dan berdiri gagahnya pohon-pohon besar serta
menghijaunya dataran-dataran hutan di sekitar Dusun Kuang Amuk tidak terlepas dari
bagian kecintaan masyarakat Kuang Amuk untuk melestarikannya. Tidak terkecuali
amannya Ai Beling yang kini mulai kesohor di Sumbawa sebagai obyek wisata.
4.
Sarkofag Airenung
Empat buah batu yang berbentuk khas, diam membeku.
Dia berbeda dengan batu-batu lainnya. Keunikannya tidak saja pada bentuknya,
dia memiliki latar belakang kesejarahan. Batu itu disebut orang dengan nama
Kuburan Batu atau Sarkofagus.
Batu-batu yang memiliki wadah dan penutup dari
batu berbentuk atap rumah dengan dengan tonjolan mirip kepala manusia serta
dilengkapi dengan pahatan bergambar binatang melata yang menyerupai buaya dan
manusia yang memperlihatkan alat kelaminnya. Memang tidak muncul sendiri, dia
sengaja dibuat sebagai tempat penguburan pada zaman dahulu.
Pahatan di batu itu mengandung makna yang memberi
perlambang-perlambang pahatan binatang melata melambangkan suatu yang
berhubungan dengan alam arwah. Muka dan kepala manusia memberi perlambangan
terhadap pencegahan bahaya. Sedangkan alat kelamin manusia melambangkan kesuburan.
Dari arti dan makna perlambangan itu adalah untuk menghatar arwah orang yang
dikubur dalam Sarkofagus agar selamat di alam arwah dan tidak kurang satu
apapun.
Kini Sarkofagus di Dusun Ai Renung Desa Batu
Tering Kecamatan Moyohulu itu menjadi saksi sejarah, bahwa di Dusun Ai Renung
yang terjarak sekitar 25 km dari kota Sumbawa Besar telah terjadi tradisi
penguburan megalitik Indonesia yang berkembang pada permulaan tarik masehi.
Sama halnya dengan tradisi penguburan megalitik di beberapa tempat di tanah air,
sebut misalnya di tanah Batak, Jatim, Bali, Sumba dan Kalimantan.
Penguburan yang mirip-mirip dengan Sarkofagus juga
ada di Sulawesi Tengah, yakni penguburan di dalam bejana batu yang disebut
Kalamba dan Sulawesi Utara berbentuk kubus yang disebut Waruga. Atap Sarkofagus
Ai Renung yang berbentuk atap rumah sama dengan bentuk tutup Waruga di Sulawesi
Utara.
Membuat kuburan batu sebagai tempat peristirahatan
terakhir manusia yang meninggal pada zaman itu tidak samua orang bisa
melakukannya, karena tempat-tempat khusus seperti itu hanya sebagai tempat
peristirahatan terakhir ketua suku atau pimpinan masyarakat, sebab untuk
membuat Sarkofagus tentu tidak mudah. Dia membutuhkan pengerahan tenaga dan
pelaksanaan upacara penguburan yang sangat besar.
Adanya Sarkofagus di Ai Renung sekaligus memberi
petanda bahwa di Dusun Ai Renung pada zaman kebudayaan megalitik yang kuat
perkembangannya yaitu babak akhir masa prasejarah Indonesia dengan inti
kebudayaanya, konsepsi alam arwah dalam kaitannya dengan pemujaan terhadap
leluhur telah mengenal sistim sosial adanya unsur kepemimpinan.
Sebuah penelitian yang pernah dilakukan di Ai
Renung pada tahun 1980 menyebutkan, bahwa tim peneliti pada waktu itu juga
menemukan peralatan-peralatan dari batu yang berfungsi untuk mengapak,
membelah, menyerut, mengiris, menusuk dan lain sebagainya. Dan beberapa batu
berbentuk khas tradisi paleolitik yang berkembang di Indonesia dan Asia Timur
khususnya juga di temukan di Batu Tering seperti tipe-tipe kapak berimbas (
chopper ) kapak penetak (chopping-tool) pahat gemgam ( hands axe ).
Daerah ini memang kaya dengan peninggalan terutama
yang berkaitan dengan bukti-bukti sejarah dalam bentuk batu dan kalau kita
berjalan-jalan ke Ai Renung tentu tidak Sarkofagus saja bisa kita saksikan,
karena di Desa Batu Tering ada Liang Petang ( Gua Gelap atau Gua Malam ) yang
di dalamnya terdapat stalagnit dan stalagtit serta patung batu mirip manusia,
balai-balai dan alat tenun. Selain itu di Desa ini juga terdapat Liang Bukal (
Gua Kelelawar ). Konon ceritanya pada zaman penjajahan Belanda digunakan
sebagai tempat bersembunyinya bangsawan Makasar yang bernama Datu Tering Gano
yang di kejar-kejar tentara Belanda ketika melakukan perjalanan ke Sumbawa.
Nama Desa Batu Tering boleh jadi erat hubungannya dengan nama Datu Tering Gano
dari Makasar itu.
GAMBARAN UMUM
PROYEK BENDUNGAN BATU BULAN
DAN JARINGAN IRIGASI
( SSIMP-III,JBIC Loan )
1.
Pendahuluan.
Bendungan Batu Bulan terletak di Kecamatan Moyo
Hulu, Kabupaten Sumbawa, Propinsi Nusa Tenggara Barat sekitar 18 km sebela
tenggara ibu kota Kabupaten Sumbawa. Bendungan Batu Bulan dibangun terutama
pengembangan jaringan irigasi di Kecamatan Moyo Hulu dan Moyo Hilir. Daerah
layanan irigasi adalah 5,576 ha terletak di 4 (empat) daerah irigasi yaitu :
- Irigasi Moyo Kanan seluas 973 ha termasuk irigasi Bendungan Moyo yang telah ada seluas 621 ha,
- Pengembangan jaringan irigasi baru Moyo Kiri seluas 1,529 ha
- Pengembangan jaringan irigasi baru Batu Bulan Kiri seluas 1,566 ha, dan
- Pengembangan jaringan irigasi Batu Bulan Kanan seluas 1,509 ha
Bendungan Batu Bulan dibangun menutup lembah
sungai Moyo, sedikit di sebelah hilir pertemuan sungai sebasang (sungai Rea) di
sebelah barat dan sungai Lito di sebelah timur. Waduk / Bendungan Batu Bulan
dirancang berkapasitas total 54 juta m3 terdiri dari 49 juta m3
tampung hidup dan 5 juta m3 tampung mati. Volume waduk di atas
permukaan air maksimum (EL.60.00,) dicadangkan untuk retensi banjir sebesar 32
juta m3 . luas genangan eaduk sampai dengan elevasi +60 m
diperkirakan 646 ha, sedangkan luas sampai dengan batas reservoir rim EL.65.00,
sekitar 932 ha.
Rencana Bendungan Batu Bulan pertama kali muncul
dari hasil master planning study di bidang pengembangan sumber daya air pulau
Sumbawa oleh Fenco Consultant
pada “ Sumbawa Water
Resourses Development Study “ tahun 1981 – 1983. feasibility study dilaksanakan
oleh Fenco pada tahap“ Sumbawa Water Resourses Development Study – Extension
Phase “ tahun 1983 – 1985. dana untuk pekerjaan study ini diperoleh dari
Canadian Aid. Detailed design bendungan dan jaringan irigasi Batu Bulan
dilaksanakan pada tahun 1990-1991 oleh Colenco and Associates dengan sumber
dana dari ADB. Pada saat yang sama dilaksanakan alternatif design untuk
Bendungan Pelaparado di Kabupaten Bima. Tahun 1994 proyek Bendungan Batu Bulan
untuk memperoleh dana dari ADB guna implementasinya, namun tidak disetujui.
Tahun 1996 Appraisal Mission dari OECF ( sekarang JBIC ) menyetujui skema
dengan ditunjuk Nippon Koi Co., Ltd. & Associated sebagai Konsultan SSIMP-III,
namun secara fisik dilaksanakan mulai tahun 1997.
Proses tender pembangunan bendungan batu Bulan
dilaksanakan mulai Mei 1998, dan pada Desember 1998, ditandatangani kontrak
pekerjaan fisik. Secara fisik, Bendungan Batu Bulan terdiri dari sebuah bendungan
utama ( maindam ), 4 buah bendungan penutup ( saddle dam 1,2,3 dan ridge dam ),
satu bangunan pelimpah, satu bangunan pelimpah darurat ( emergency spillway )
terletak pada saddle dam 3 dan 2 buah bangunan pengeluaran ( outlet no.1 dan 2
). Bendungan Batu Bulan saat ini tercatat sebagai bendungan terpanjang di
propinsi Nusa Tenggara Barat, dengan panjang puncak bendungan total 2,750 m.
1.
Konstruksi Bendungan
Pelaksanaan Bendungan Batu Bulan dimulai pada awal
tahun 1999. kontrak pelaksanaan pekerjaan diberikan kepada PT. Brantas Abipraya
( Persero ) setelah melalui proses perlelangan internasional pada tahun 1998.
konstruksi Bendungan Batu Bulan dilaksanakan selama 42 bulan terhitung mulai 7
Desember 1998 sampai 18 April 2002. pelaksanaan kontrak induk mengalami
perpanjangan sampai dengan Februari 2003 setelah adanya pekerjaan tambahan
tahap -1. nilai kontrak pekerjaan terakhir termasuk ekskalasi selama priode
konstruksi adalah US$ 5,85 juta dan Rp. 74,790 juta atau setara dengan Rp.
109,896 juta dengan asumsi nilai tukar US$ 1 = Rp. 6,000.
Pada bulan desember 2002, seluruk pekerjaan
struktur utama bendungan telah selesai dan sekitar pertengahan Desember 2002,
pintu diversion conduit ditutup, menandai dimulainya proses pengisian waduk (
reservoir impounding ). Pada tanggal 11 Februari 2003, muka air waduk mencapai
puncaknya ( EL.60 ) dan melimpah. Sampai dengan akhir bulan Februari 2003 air
waduk diperkirakan akan tetap melimpah mengingat saat ini curah hujan di DAS
sungai Sebasang masih cukup besar. Sebelum air waduk melimpah melalui spillway,
selama hampir 2 (dua) minggu di bulan Januari 2003 air waduk dikeluarkan
sebesar 1 m3/det memenuhi permintaan masyarakat sekitar Moyo untuk
keperluan tanam.
2.
Pembangunan Jaringan Irigasi
Proyek Jaringan Irigasi Batu Bulan adalah salah
satu pekerjaan yang didanai oleh Japan Bank for International Cooperation
(JBIC) Loan IP-499 dalam program SSIMP-III dengan tujuan untuk perluasan daerah
pertanian beririgasi tehnis dan sekaligus meningkatkan intensitas tanam menjadi
250%. Lingkup pekerjaan meliputi pembangunan Bendungan Batu Bulan dan jaringan
irigasi mainsystem dan tersier. Jaringan irigasi Batu Bulan tersebar di 3
(tiga) wilayah kecamatan, yaitu : kecamatan Moyo Hulu, kecamatan Moyo Hilir dan
Kecamatan Lape-Lopok.
Jaringan irigasi direncanakan untuk mengairi sawah
seluas ± 5,576 ha, dengan pola tanam minimal Padi-Palawija-Palawija dan total
intesitas tanam rencana ± 250% setahun. Sebagian besar, kondisi lahan saat ini
sudah beririgasi semi teknis ( disebut semi teknis karena sebagian besar
bangunan sadap tidak dilengkapi pintu pengatur dan alat ukur debit ).
3.
Gambaran Umum Sistim
Jaringan irigasi Bendungan Batu Bulan terletak di
4 (empat) sub daerah irigasi sebagaimana diuraikan singkat di bawah ini.
Batu Bulan Kiri dan Moyo Kiri
Daerah irigasi ini akan mendapat air dari intake
No.1 yang berada di sisi kiri bendungan. Total luas daerah irigasi adalah 3,095
ha dibagi menjadi 2 paket kontrak yaitu Batu Bulan Kiri seluas 1,566 ha dan
Moyo Kiri seluas 1,529 ha. Areal irigasi tersebar di 9 (sembilan) wilayah desa,
yaitu : desa Batu Bulan, desa Pernek, desa Leseng, desa Boak, desa Serading,
desa Poto, desa sebewe dan desa Moyo.
Daerah irigasi Moyo Kiri pada awalnya kan
memperoleh air irigasi dari Bendungan Moyo, namun untuk mencapai sasaran
ekstensifikasi maksimum, maka sumber air irigasi untuk Moyo Kiri dialihkan ke
Saluran Induk batu Bulan Kiri. Dengan demikian elevasi saluran lebih tinggi dan
diperoleh tambahan luas layanan sekitar 400 ha.
Batu Bulan Kanan
Daerah irigasi ini akan mendapat air dari intake
No.2 yang berada di sisi kanan bendungan Batu Bulan.total daerah irigasi adalah
1,508 ha, tersebar di 4 (empat) wilayah desa, yaitu : desa Batu Bulan, desa
Leseng, desa Serading dan desa Lopok.
Moyo Kanan.
Daerah irigasi akan mendapat air dari bendungan
moyo ( mulai dibangun pada tahun 1948 ) yang disuplay dari bendungan Batu Bulan
melalui intake No.2. Dari intake ini air waduk dialirkan ke sungai Moyo dan
selanjutnya ditangkap oleh bendungan Moyo yang berada di hilir bendungan.
4.
Rencana Penyiapan Lahan Pengairan
Berdasarkan tata guna lahan pada saat ini, daerah
yang akan mendapat air dari jaringan irigasi Batu Bulan dikelompokkan sebagai
berikut : sawah irigasi semi teknis, sawah tadah hujan dan ladang daerah tinggi
yang masih berupa lahan kering.
Sawah irigasi semi teknis yang ada pada umumnya
sudah dilengkapi dengan bendungan-bendungan kecil untuk menaikan air sesuai
dengan ketinggian air yang dibutuhkan. Pola tanam yang sudah bejalan adalah
Padi (MT.I) dan Palawija (MT.II) dengan intesitas tanam berkisar 150% - 200%.
Cakupan daerah irigasi dengan bendungan-bendungan
kecil tersebut berkisar antara 25-100 ha, kecuali bendungan Moyo yang sudah
memiliki areal 621 ha. Debit inflow yang masuk ke bendungan-bendungan tersebut
sangat terbatas dan pada umumnya mulai bulan Mei sudah kekurangan air, sehingga
praktis musim tanam III petani tidak bisa tanam.
Mengingat kondisi rencana daerah irigasi banyak
yang masih berupa ladang pada tanah dataran tinggi, maka kegiatan yang akan
menyertai dari rencana pembangunan jaringan ini adalah Penyiapan Lahan
Beperngairan (PLB), yang lokasinya tersebar di 3 (tga) daerah irigasi yaitu
Moyo Kiri, Batu Bulan Kiri dan Batu Bulan Kanan, seluas lebih kurang 1,500 ha.
5.
Implementasi
Dalam pelaksanaannya, pekerjaan pembangunan
bendungan berikut jaringan irigasi Batu Bulan dibagi menjadi 8 (delapan) paket
pekerjaan, sebagai berikut :
Paket 1 :
Pekerjaan pembangunan Bendungan Batu Bulan (dilaksanakan oleh PT.
Brantas Abipraya)
Paket 2 : Rehabilitasi Bendungan dan Jaringan
irigasi Moyo Kanan (Kontraktor : PT. Nindya Karya)
Paket 3 : Pembangunan Jaringan irigasi Moyo Kiri (Kontraktor : PT. Pembangunan Perumahan)
Paket 4 :
Pembangunan Jaringan irigasi Batu Bulan Kiri (Kontraktor : PT. Metro
Lestari Utama)
Paket 5 :
Pembangunan Jaringan irigasi Batu Bulan Kanan (Kontraktor : PT. Adhi
Karya).
Paket 6 : Pembangunan Jaringan irigasi Tersier
Moyo Kiri (Kontraktor : PT. Baranusa Danatama)
Pakrt 7 :
Pembangunan Jaringan irigasi Tersier Batu Bulan Kiri (Kontraktor : PT.
Rangga Eka Pratama)
Paket 8 :
Pembangunan Jaringan irigasi Tersier Batu Bulan Kanan (Kontraktor : PT.
Bina Terang Utama)