PEKERJA SEKTOR INFORMAL dan
JAMINAN SOSIAL
DI KABUPATEN SUMBAWA TAHUN 2010
Hingga saat ini, banyak pekerja informal yang belum mendapatkan jaminan
social. Padahal pekerja di sector informal ini sangat beresiko mengalami
terjadinya penurunan atau kehilangan pendapatan akibat sakit, kecelakaan
dan/atau meninggal dunia. Program Perlindungan Sosial/Jaminan Sosial bagi warga
Negara Indonesia yang saat ini hanya menjangkau masyarakat : PNS, TNI, POLRI,
dan Pekerja Formal yang Pelaksanaannya dilakukan oleh BUMN Seperti: PT. Taspen,
PT. Askes, Asabri dan PT. Jamsostek. Sementara SEKTOR INFORMAL (Tukang Gorengan, Baso, Tkg ojek, Jamu, dan lain-lain)
+/- 40 Juta jiwa secara nasional belum
dijangkau oleh Sistem Jaminan Sosial Nasional yang ada.(makalah Akifah Elansyary,
SH Direktur Jamsos Depsos RI 2009)
Dalam UU No.40 tahun 2004 banyak
mengatur tentang jaminan atau perlindungan bagi pekerja sector formal,
sedangkan bagi tenaga kerja informal belum tercantum. Sedang bagi masyarakat
fakir miskin yang tidak mampu pemerintah berkomitmen untuk menanggung iuran jaminan sosialnya sebagai bantuan
pemerintah hanya terbatas pada program jaminan kesehatan saja.(pasal 17 ayat
(4),(5)
Sampai saat ini
pemerintah belum mengeluarkan Peraturan Pemerintah mengenai jaminan social bagi
tenaga di sector informal, sehingga
jaminan social hanya diterapkan pada tenaga kerja di sector formal, sedangkan
tenaga kerja informal belum terjangkau alasannya antara lain belum tahu
bagaimana cara-cara pembayaran iurannya. Hal ini menimbulkan pertanyaan
sejauhmana para pekerja di sector informal mempunyai peluang untuk mendapatkan
jaminan social ? lembaga social apa yang dapat memberikan jaminan social bagi
pekerja di sector informal.
Peluang untuk
mendapatkan jaminan sosial bagi para pekerja sector informal sangat terbuka
dengan adanya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pada Pasal 13 dan 14 UU
Nomor 32 Tahun 2004 bahwa mengenai
urusan pemerintahan
bidang kesehatan, sosial dan ketenagakerjaan merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan daerah provinsi dan
kabupaten/kota. Selanjutnya dipertegas pada Pasal
22 bahwa dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban,
huruf (h), mengembangkan sistem jaminan sosial. (Mengadministrasikan program lokal tentang sektor informal).
Kemudian peluang lain dengan adanya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi RI Nomor : PER-24/MEN/VI/2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Program Jamsostek bagi Tenaga Kerja yang melakukan Pekerjaan di Luar Hubungan
Kerja (Sektor Informal), dan UU nomor 11 tahun 2009, Tentang : Kesejahteraan
Sosial
Sektor informal
merupakan realitas social yang selalu akan tumbuh dan sulit untuk dihilangkan,
oleh karena itu pemerintah perlu menciptakan kebijakan kondusif dengan
memberikan jaminan social bagi pekerja sector informal agar mereka dapat
berkembang sejajar dengan kegiatan sector formal. (makalah seminar Dirjen Bina
Kesehatan Masyarakat Depkes RI tahun 2008).
Di Kabupaten Sumbawa,
dengan jumlah penduduk berdasarkan data BPS 2010 sejumlah 415.363,- jiwa
terdapat 315.151 usia kerja dan 197.133 penduduk bekerja, sementara penduduk
yang tidak bekerja (pelajar, Ibu rumah tangga dll) berjumlah 105.641 dan
penganggur 12.327 jiwa. Diantara penduduk bekerja berada pada sector formal terdapat
sejumlah 13.489 yang terdiri dari PNS, TNI/Polri, Karyawan Perusahaan,
sedangkan sector informal mencapai 183.694 yang masing-masing tersebar menurut
pekerjaan utama sebagai Petani, pedagang, Industri, jasa dan lainnya.
Dari 183.694 jiwa
masyarakat yang bergerak disektor informal terdapat 174.565 yang menjadi
sasaran jaminan Sosial dalam bentuk Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
dengan kepemilikan Kartu Askeskin, namun penggunaan kartu tersebut saat ke
Puskesmas terdapat sejumlah 85.722 dan kartu lainnya berupa Kartu Jamkesda dan
Surat Ketengan Tidak Mampu (SKTM) sebanyak 4.546 orang, pada tahun 2009.
tabel ; Jumlah Penduduk
dan angkatan kerja &
garis kemiskinan
serta pelayanan jaminan
social tahun 2010
Jumlah Penduduk
|
415.363
|
Usia Kerja
|
315.151
|
Penduduk Bekerja
|
197.133
|
Tidak bekerja
(Pelajar, IRT, dll
|
105.641
|
Penganggur
|
12.327
|
Pekerja Formal (PNS,
TNI, Polri, Karyawan perusahaan
|
13.489
|
Pekerja Informal
|
183.694
|
Garis Kemiskinan
|
171.244
|
Jamkesmas/Jamkesda/SKTM
|
90.268
|
Sumber ; data BPS Sumbawa NTB thn 2010 diolah
Kalau
kita mengamati angka-angka yang menggambarkan jumlah sasaran pelayanan jaminan
social sebagimana data tersebut di atas, maka menunjukan angka yang
menggambarkan realisasi persentase pemberian jaminan social oleh pemerintah dalam
hal ini Pemda Sumbawa kepada masyarakat hanya mencapai angka 49 - 52 %
dari 183.694 total masyarakat yang berkerja disektor informal. Dan jika melihat persentase terhadap
masyarakat yang berada pada garis kemiskinan yang berjumlah 171.244 (data
Inkesra NTB 2007) maka persentase hanya mencapai 50 – 55 %.yang baru terlayani
oleh program Jaminan Sosial berupa Jaminan Kesehatan Masyarakat.
Pekerja
sector informal, mestinya sama dengan pekerja disektor formal untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang sesuai untuk melaksanakan pekerjaan di tempat kerjanya
(perusahaan) melalui program Jamsostek atau sejenisnya, tetapi ternyata
berdasarkan hasil penelitian kami (yayasan BOAN) menunjukan tidak mencapai 60% mendapat
perlindungan/jaminan, itupun baru dalam bentuk jaminan kesehatan
Pada dasarnya jaminan
social yang menjadi tanggung jawab Negara kepada warganya, ini tidak hanya
terbatas pada jaminan kesehatan saja melainkan mencakup semua aspek kebutuhan
dasar masyarakat yang harus dijamin oleh negara, seperti jaminan Kecelakaan
Kerja, Jaminan Kesehatan, Jaminan Hari Tua/Pensiun, dan Jaminan Kematian. Oleh
karenanya Sistem Jaminan Sosial ini merupakan inti sebuah negara, tujuan
Negara, dan sekaligus alat Negara untuk mensejahterakan rakyat. Hal ini
dapat kita lihat dalam UUD 1945 Pasal 28
H (amandemen kedua) menyatakan bahwa:
“Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya
secara utuh sebagaimana manusia yang bermartabat”, dan Pasal 34 – ayat 2
(amandemen keempat), bahwa: “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan” . selanjutnya dalam UU No. 40 tahun 2004 pasal 1 ayat 1
menyebutkan; Jaminan sosial adalah salah
satu bentuk perlindungan
sosial untuk menjamin seluruh rakyat
agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Bertitik tolak dari
situasi, kondisi dan realitas tersebut diatas Yayasan BOAN terus mencoba
mengembangkan program Jaminan Sosial yang merupakan Produk Departemen Sosial RI
yaitu Program Asuransi Kesejahteraan Sosial. Program ini cukup diminati oleh
masyarakat hal ini dibuktikan dengan jumlah kepesertaan yang mencapai lebih 200
orang dalam tempo 6 bulan setelah program ini efektif dijalankan. Angka 200
orang ini merupakan target/sasaran yang ditentukan oleh program Askesos, karena
terkait dengan jumlah anggaran dana yang tersedia atau diberikan kepada Lembaga
pengelola di masing-masing daerah yaitu sejumlah Rp 30.000.000,-
Menciptakan
minat masyarakat untuk menjadi anggota Askesos, memang tidak mudah, hal ini
tentu memerlukan kreatifitas dan kesungguhan serta keikhlasan tim pengelolah di
tingkat lembaga penyelenggara dalam melakukan beberapa tahapan yang menjadi
proses pelaksanaan kegiatan. Seperti bimbingan motivasi Askesos kepada calon
peserta, sosialisasi, publikasi, kampanye, kemudian terhadap para petugas
lapangan sebagai pemasaran harus mempunyai minat yang tinggi, menyukai profesi
sebagai pekerja social, serta memahami methodology ilmu pemasaran (Saleng process). Hal ini semua
dilaksanakan oleh segenap tim memang secara financial belum dapat mendukung
secara memadai. dengan
hanya mendapat insentif atau uang sebesar Rp 100.000 perbulan selama 6 bulan
bagi masing anggota tim yang berjumlah 12 orang.
Untuk dapat terlaksananya program Askesos, ini memerlukan dukungan berbagai
pihak, baik moril terutama materiil, dengan hanya mengandalkan dana dari
pemerintah saja, kami merasa pesimis program ini dapat berjalan dengan baik
sebagaimana sasaran tujuan yang diharapkan.
Menyadari hal tersebut kami (Yayasan BOAN) mencoba melakukan hubungan
kemitraan dengan lembaga lain, yaitu; seperti Yayasan Tifa di Jakarta (Mo.U:
5099/Grants-Tifa/IX/2010) tanggal 23 September 2010. Program kerjasama dengan
Tifa ini berjudul : Jaminan Sosial Bagi Pekerja Sektor Informal di kabupaten
Sumbawa, dengan item kegiatan berupa studi Jaminan Sosial bagi Pekerja Sektor
Informal di kabupaten Sumbawa (Diskripsi
keberadaan pekerja sector informal kaitannya dengan jaminan sosial yang
diterimanya, impementasi UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional – SJSN), Kegiatan Seminar sehari/Work Shop dan lobi. Selanjutnya melakukan kemitraan dengan PT. Jamsostek (Persero) Cabang NTB di
Mataram dalam kegiatan Sosialisasi Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
RI Nomor : PER-24/MEN/VI/2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jamsostek
bagi Tenaga Kerja yang melakukan Pekerjaan di Luar Hubungan Kerja (Sektor
Informal) tingkat kabupaten.
Apakah ASKESOS
terintegrasikan dan diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara sesuai UU SJSN,
atau Jamsostek, sepenuhnya merupakan kebijakan Presiden melalui Dewan Jaminan
Sosial Nasional (DJSN)